Jumat, 19 Juli 2013

perang hati, perang batin, perang diri

perang hati, perang batin

berperang dengan diri sendiri. berusaha untuk tidak bocor, tidak merusak, tidak menghancurkan sesuatu. fisik menahan, langkah dan sikap ikut mengganti topeng. topeng indah dan tegar seakan tidak ada ancaman. tapi banyak lubang yang ditutupi oleh jubah yang ada di hati. pengalaman indah temporary bahkan palsu terus dikeluarkan untuk menahan rasa busuk di hati. alih alih menjadi lebih indah dan lebih tegar, malah otak semakin ambruadul. hati berkata lebih keras dan mulai bergejolak hebat tapi lagi - lagi otak tetap memerintah mimik dan gesture seakan tidak apa2. alhasil tubuh menjadi batu berjalan tanpa ekspresi tanpa kondisi. kotoran hati yang harusnya dibuang terbengkalai dan mengeras. menyelubungi hati yang merah berubah menjadi abu abu kasar. memang hati itu tak ada bau, tak ada penyakit, tapi yang ada hanya rasa bisu. tak bersuara tak mendengar tak mengerti bahkan tak mengasihi. kondisi itu membuat otak berputar. menyalahkan apa yang ada. pada apa yang terjadi. padahal entah itu benar atau memang otak yang salah. hati tak berperasa pun berkata " tak apa. tak terasa. tak ada yang benar juga pun salah. ini hanya sebuah ilusi. sebentar lagi hilang dan meredup. lalu kita akan baik baik saja." otak yang juga mulai kehilangan akal walau IQ bertambah, memang hanya akan berjalan setengah dan terseok bila tak ada hati. otak pun mengiyakan. semakin di pertebalnya topeng awal yang dipakai.

mereka merasa baik. hati mempertebal abu disekitarnya, otak mempertebal topengnya tapi tubuh mulai tak sanggup menahan. ia jujur akan apa yang ada. biar hati mulai hambar karena tertutup abu. biar otak semakin bodoh karena topeng yang dipakainya, tapi semua itu membuat beban tubuh menjadi lebih berat. tak kuat, ia jatuh lalu ambruk. bahkan tak sadarkan diri.

perang dalam diri. perang antar hati dan otak yang aneh karena ada beberapa alternatif hasil. otak ikut hati, hati ikut otak, otak dan hati mati, atau otak dan hati berada di keadaan beku. tak bergerak, tak merasa, tak memperhatikan. seperti sekarang.

helaan nafas dalam yang semakin di hembuskan menandakan adanya “emergensi" terjadi di dalam hati. otak tak mengindahkan lalu terjadilah seperti sekarang. penyebabnya? bukan otak yang bodoh, bukan juga karena hati yang cengeng. tapi orang bodoh bermulut manis yang memulai. mengingkari janji, berkata dusta, bermain madu, bahkan berkelit masalah. tak kenal hari tak kenal waktu juga bego tak melihat sekitar.

pertempuran batin dengan diri sendiri itu diam, tidak berisik, tidak membuat korban meninggal yang ada hanya keinginan yang ingin tegar tapi menjadi miskomunikasi dengan tubuh. pertempuran tak ada yang indah hasilnya. pasti selalu hancur dan memerlukan “sesuatu" untuk memperbaikinya.

"sesuatu" apa? entahlah. jangan tanya. hati ini tak berperasa lagi. otak ini tak bisa berpikir lagi. seharusnya orang pertama yang menyadarinya. karena dialah yang mempunyai obatnya. hanya tinggal menunggu “kesadaran" di otaknya yang pendek dan sempit itu untuk mau memberikan penawarnya.

kapan? entahlah. hanya Tuhan yang mengerti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar